1 Followers
20 Following
insistpress

insistpress

Kajian Dokumen Kebijakan HIV-AIDS dan Sistem Kesehatan di Indonesia

Judul: Kajian Dokumen Kebijakan HIV-AIDS dan Sistem Kesehatan di Indonesia •Penyusun: Tim PKMK FK UGM Yogyakarta •Penerbit: INSISTPress dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada •Edisi: I, Oktober 2015 •Tebal: 17x25cm; xxiv+180 halaman.

Nutmeg Woman

 

 

•Title: Nutmeg Woman •Author: Azhari •Translator: Heather Curnow •Visual Design: Narto Anjala- Pustaka Sempu •Publisher: Heather Curnow & Azhari (affiliation with INSISTPress) •ISBN: 978-602-0857-08-4 •Edition: 2nd, Sept 2015 •Dimension: 14 x 21 cm; viii + 92 pages •Text Language: English.

 

These stories have a dark side.  Outsiders and eccentrics are regarded with suspicion, tortured, even killed. The major theme that emerges is of families diminished by conflict; almost a generation of adult males appears to be missing. Their absence is balanced by a number of strong female presences.  This also reflects the dominance of women in the Acehnese household.

Azhari is a master of suspense. He wastes no words; his narration is sparse. The overall atmosphere of the stories in Nutmeg Woman is tense and anxious. If there is a message, it is a plea for peace and tolerance and an end to bloodshed and oppression. ***

 

This book was first published in Indonesian as: Perempuan Pala (Azhari, Akademi Kebudayaan Yogyakarta-AKY, 2004). Issued as a limited edition to coincide with the Frankfurt Book Fair, October 2015.

Building a Boat in Paradise

 

•Title: Building a Boat in Paradise •Translator: Heather Curnow •Poet: Zubaidah Djohar •Publisher: INSISTPress •ISBN: 978-602-0857-04-6 •Edition: 2nd, August 2015 •Dimension: 12 x 17 cm; 67 pages •Text Language: English 

 

“Despite the anguish, outraged cries and occasional despair, however, the underlying tone of Building a Boat in Paradise is one of resilience and hope for a better Aceh. More importantly, Zubaidah also relentlessly demands that we deal with ‘historical wounds’, borrowing Chakrabarty’s term for mis-recognition of an unsettling past in public representation.” Amrih Widodo, Australian National University ***

 

About This Book: Building a Boat in Paradise is an unique literary collaboration between two women: Zubaidah Djohar, a poet, researcher and humanitarian activist from Aceh, Indonesia, and Heather Curnow, a Tasmanian writer, curator and translator. It tells the stories of many Acehnese women during and after the armed conflict between the Aceh Freedom Movement (GAM) and the Government of Indonesia.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=14107&lang=en

Setengah Abad Pondok Pabelan: Perjalanan Meraih Impian

 

•Judul: Setengah Abad Pondok Pabelan: Perjalanan Meraih Impian •Pengantar: Prof. Dr. Bahtiar Effendy •Penyunting: Muhammad Nasirudin •Data dan Pernaskahan: Ulfa Najib Suminto •Penerbit: Pustaka Sempu dan PP Pabelan •ISBN: 978-602-0857-03-9 •Edisi: I, Agustus 2015 •Kolasi: 17x24cm; xxiv + 268 halaman.

 

“Tulisan-tulisan dalam buku ini, selain menceritakan tentang dunia yang digeluti masing-masing penulisnya, umumnya mengungkap kenang-kenangan, kesan-kesan mereka semasa mondok di Pabelan. Namun, tidak hanya sekedar berkisah. Mereka bercerita tentang relevansi apa yang mereka pelajari, mereka hayati dan mereka alami di Pondok dengan kehidupan dan karier mereka sekarang.

Semuanya amat membesarkan hati, karena berkat didikan para kyai dan guru-guru di Pabelan, serta berbagai kegiatan yang mereka ikuti selama mondok, mereka mampu menentukan pilihan hidup sesuai dengan potensi yang mereka punyai masing- masing. Mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berguna bukan hanya bagi diri sendiri dan keluarga, tetapi juga bagi lingkungan masyarakatnya. Mereka akan terus melangkah, terus bergerak, menorehkan prestasi, berikhtiar untuk mewujudkan mimpi-mimpi dan cita-cita mereka. Buku ini merupakan pengalaman kolektif santri Pabelan yang sambung menyambung dari generasi ke generasi. Zaman telah berubah, demikian pula metode pembelajaran. Tetapi rupanya tidak dengan semangat yang telah diwariskan oleh K.H. Hamam Dja’far.” Prof. Dr. Bahtiar Effendy, Ketua Yayasan Wakaf Pondok Pabelan

 

“Di usia 50 tahun Pondok Pesantren ini, para pengemban amanah akan terus memaknai jejak langkah dari siapapun yang pernah berada bersama di dalamnya. Baik berupa catatan pengalaman, masukan, kritik dan saran. Buku “Setengah Abad Pondok Pabelan: Perjalanan Meraih Impian” ini sebagian dari cermin jernih yang akan dipakai untuk berkaca dengan ikhlas, dan membuat langkah selanjutnya lebih terarah dan terukur sehingga tujuan pendidikan Pesantren yang diamanahkan K.H. Hamam Dja’far akan tetap terjaga dan sesuai dengan perkembangan zaman.” K.H. Ahmad Najib Amin, Pimpinan Pondok Pabelan

 

“Kehadiran buku ini dimaksudkan sebagai kado dan syukuran pada momentum Milad ke-50 Pondok Pabelan tepatnya pada 28 Agustus 2015. Seluruh naskah berasal dari tulisan para alumni santri, mereka secara leluasa menulis mengenai prosesnya sebagai santri Pondok Pabelan khususnya dalam pencarian-penemuan jatidiri dan peran pendidikan pondok bagi hidup berkarir di masyarakat selanjutnya.” Muhammad Nasirudin, penyunting.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=14125

Kiai Hamam dan Pondok Pabelan: Kesaksian Santri, Kerabat, dan Sahabat

•Judul: Kiai Hamam dan Pondok Pabelan: Kesaksian Santri, Kerabat, dan Sahabat •Penyunting: Ajip Rosidi •Penerbit: INSISTPress dan Pondok Pesantren Pabelan •ISBN: 978-602-0857-02-2 •Edisi: Ketiga, Agustus 2015 •Tebal: 14x21cm; xvi + 510 halaman. 

 

Buku ini menghimpun tulisan berbagai pihak yang mempunyai ikatan emosional yang kuat kepada sang Kiai dan Pondok Pabelan: para mantan santri, keluarga, guru, dan para sahabat. Mereka menyoroti apa adanya tentang sosok dan jati diri sang Kiai dan sekaligus jati diri Pondok Pabelan secara utuh.

 

Pondok Pabelan bukan lembaga yang bernaung di bawah salah satu organisasi Islam, baik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU). Jati diri Pondok tampak dalam ajaran pluralisme sang Kiai tidak terhenti antar dan lintas iman, tetapi juga antar kelompok dalam tubuh Islam sendiri.

 

Pabelan menjadi ladang subur sikap multikultural. Pabelan menyediakan ruang dialog yang ‘bebas risiko’ bagi masalah perbedaan agama, perbedaan aliran agama, perbedaan etnis dan ekspresi budaya. Para romo dan suster dapat berinteraksi dan saling belajar tentang masalah-masalah sensitif keagamaan dengan Kiai dan para santri Pondok Pabelan. K.H. Hamam sendiri bersahabat dengan pemimpin dan penganut agama lain.

 

Kiai Haji Hamam Dja’far dilahirkan di Desa Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, tanggal 26 Februari 1938 dari pasangan Kiai Dja’far dan Nyai Haji Hadijah.Setelah nyantri dan mengabdi pada almamaternya, dalam usia 25 tahun ia menghidupkan kembali Pondok yang sudah lama mati suri.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=14077

Adat Berdaulat: Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh

 

•Judul: Adat Berdaulat: Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh •Penyunting: Roem Topatimasang •Tim Penulis: Affan Ramli, Arianto Sangaji, Fahri Salam, dan Sulaiman Tripa •Rancang sampul & kompugrafi: Rumah Pakem •Penerbit: INSISTPress dan Prodeelat •ISBN: 978-602-0857-01-5 •Edisi: Pertama, Juli 2015 •Tebal: 14,5 x 21 cm; xxx + 203 halaman.

 

“Salah satu anggapan dasar buku ini adalah bahwa adat memiliki kaidah dan nilai-nilai yang lebih adil dan berkelanjutan dibanding janji-janji kemajuan yang diusung oleh kapitalisme…  Adat dipahami sebagai perangkat menyeluruh–ideologi, strategi dan praktik– yang memadai dan lebih adil dibandingkan ideologi dan praktik kapitalisme yang terbukti meminggirkan, merusakrampas ruang-ruang hidup dan rentan terhadap krisis.” Marsen SI-Naga, Tuha Peuet Prodeelat.

 

“Terutama uraian tentang ideologi dan epistemologi perlawanan adat di Aceh… sungguh suatu tulisan yang menunjukkan kesungguhan hati, sangat mendasar, dan menggerakkan.” Muchtar Abbas, Orang Aceh di rantau

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=13352

Burung-burung Kehilangan Sarang: Kisah Tiga Kampung dalam Konflik Agraria

 

•Judul: Burung-burung Kehilangan Sarang: Kisah Tiga Kampung dalam Konflik Agraria •Penulis: Iswan Kaputra, Tikwan Raya Siregar, dan Wina Khairina Sinaga •Penyunting: Anna Mariana •Penyelaras akhir: Prima S. Wardhani •Penata letak isi: Dwi Fajar •Perancang sampul: Narto Anjala •Penerbit: Pustaka Sempu & Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia •ISBN: 978-602-8384-89-6 •Edisi: Kedua, Juli 2015 (I, Oktober 2014) •Tebal: 14x21cm; xviii+254 halaman.

 

“Kita mendapat gambaran bagaimana ketiga kasus di buku ini sebenarnya menjadi pola umum yang biasa terjadi dalam kasus-kasus lain dalam ribuan konflik agraria dari Merauke sampai Sabang, khususnya konflik agraria di sektor perkebunan, baik yang dikelola negara maupun swasta, baik yang bermodal domestik maupun asing. Pada intinya, pemerintah dengan menggunakan kerangka politik-hukum yang menempatkan diri sebagai ‘penguasa negara’ mengganggap boleh memberikan berbagai kemudahan kepada ‘penguasa modal’ untuk menguasai dan memanfaatkan tanah, meski di sisi lain menyingkirkan warga negara untuk mengakses dan mengontrol tanah yang ada di sekeliling ruang hidup mereka. Kausalitas konflik agraria biasanya dipicu oleh karena adanya pertentangan antara dua atau lebih pihak atas pemilikan, penguasaan, pemanfaatan, atau penggunaan tanah dan kekayaan alam lain. Pertentangan kepentingan ini dapat muncul ke permukaan berupa benturan fisik dalam penguasaan tanah dan kekayaan alam, tetapi dapat juga bersifat laten atau tersembunyi berupa kemiskinan struktural akibat ketimpangan pemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria.” Usep Setiawan, Anggota Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)

 

 

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=11366

Orde Media: Kajian Televisi dan Media di Indonesia Pasca-Orde Baru

 

•Judul: Orde Media: Kajian Televisi dan Media di Indonesia Pasca-Orde Baru •Penyunting: Yovantra Arief & Wisnu Prasetya Utomo •Penyunting Bahasa: Idha Saraswati •Penyelaras Akhir: Achmad Choirudin •Perwajahan Isi: Dwi Fajar •Perancang Sampul dan Ilustrator: Izyudin Abdussalam •Penerbit: INSISTPress dan Remotivi  •ISBN: 978-602-0857-00-8 •Edisi: Pertama, Juni 2015 •Kolasi/tebal: 14x21cm/viii+296 halaman.

 

Pasca-Orde Baru, kuasa negara dalam mengatur industri media jatuh ke tangan kaum oligarki. Mereka menentukan selera busana dan mendikte cara mengisi waktu luang. Memilihkan presiden dan mengarahkan ke mana kebijakan publik harus bermuara. Media tidak saja hidup sebagai bagian dari ekosistem, ia telah menjadi order. Ia memerintah dan berkuasa, di mana rakyat dinilai sekadar sebagai pasar. ***

 

“Ledakan industri media-massa bisa menjadi bencana, bila tidak disertai kemauan dan kemampuan memadai dari pranata hukum, politik dan etika sosial untuk melindungi kepentingan publik berjangka-panjang. Di saat-saat berbagai lembaga negara itu absen, alpa atau kurang berdaya, jasa relawan swasta menjadi sebuah kebutuhan. Buku ini merupakan  sebuah jawaban kolektif terhadap sejumlah kebutuhan informasi, wawasan dan perdebatan kritis dalam menghadapi ledakan industri media massa di negeri ini.”  Ariel Heryanto, Profesor di Australian National University.

 

“Bila kita memilih demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara maka independensi media adalah sebuah keharusan. Keberpihakan satu-satunya jurnalisme dan media adalah pada kepentingan publik. Remotivi tampaknya mengambil pilihan itu dan membicarakannya secara lengkap. Itulah mengapa buku ini menjadi menarik dan penting dibaca.” Amir Effendi Siregar, Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media).

 

“Buku ini menyodorkan kajian media yang kritis dan membumi dan diperkaya oleh narasi-narasi yang bhinneka. Buku ini sangat bermanfaat untuk memperkaya pemahaman kita tentang lansekap media Indonesia pasca Orde Baru, yang bukan saja mengalami proses demokratisasi tapi juga liberalisasi dan korporatisasi yang mendorong terjadinya pemusatan kekuasaan (lewat kepemilikan) dan penyeragaman isi. Buku ini adalah bacaan penting bagi peneliti dan pengamat media, serta siapapun yang menaruh perhatian akan dinamika dan masa depan media di Indonesia.”Merlyna Lim, Profesor di Carleton University.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=13332&lang=id

Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria

 

•Judul: Dinamika Kelas dalam Perubahan Agraria •Judul asli: Class Dynamics of Agrarian Change (Fernwood Publishing dan Kumarian Press, 2010) •Penulis: Henry Bernstein •Penerjemah: Dian Yanuardy, Muntaza, Stephanus Aswar Herwinarko •Penyunting Ahli: Gunawan Wiradi, Laksmi A. Savitri •Penyelaras Akhir: Nurhady Sirimorok, Lubabun Ni’am •Perwajahan isi: Dwi Fajar •Perancang sampul: Narto Anjala, Damar Nugrahono •Foto sampul: Armin Hari •Penerbit: INSISTPress, ISS, ICAS, dan Sajogyo Institute •ISBN: 978-602-8384-99-5 •Edisi: Pertama, Juni 2015 

 

“Salah satu analisis kelas dalam sejarah agraria yang paling luas, orisinal, dan tajam.” James C. Scott, Yale University.

 

“Bernstein menunjukkan bahwa sebuah “buku kecil” bisa menjadi tour de force. Berbagai kajian sarjana dari beberapa dekade digunakan secara cermat dan disingkap secara jelas dalam buku berharga ini.” Barbara Harriss-White, University of Oxford. ***

 

Kajian ekonomi politik agraria menyelidiki relasi sosial produksi dan reproduksi, properti dan kekuasaan dalam transformasi agraria, dan bagaimana semua dimensi ini mengalami perubahan. Diilhami oleh teori kapitalisme Karl Marx, penulis buku ini berpendapat bahwa dinamika kelas harus menjadi titik berangkat dari setiap analisis perubahan agraria. Sebagai sebuah upaya untuk memperkenalkan kajian ekonomi politik agraria, buku ini mencakup penjelasan dan penggunaan berbagai konsep kunci, glosarium dari istilah-istilah analitis, dan pendekatan historis serta kerangka kerja untuk memeriksa perubahan agraria dalam konteks kapitalisme. Penulis tidak berasumsi bahwa pembaca sudah menguasai kajian ekonomi politik sebelum membaca buku ini, tetapi justru mendorong pembaca untuk mempelajarinya lebih lanjut.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=13337

Sekolah Itu Candu

 

Edisi terbarukan tahun 2013

•Judul: Sekolah Itu Candu: Edisi Tahun 2013 •Penulis: Roem Topatimasang •Penyunting: Toto Rahardjo •Pengantar: Roy Tjiong •Penerbit: INSISTPress  •ISBN: 978-602-8384-60-5 •Edisi: Mei 2013 (cetakan ke-12)  •Tebal: 13x19cm, xvi + 129 halaman.

 

Sekolah itu Candu merupakan kumpulan tulisan Roem Topatimasang sekitar tahun 70-an, yang kala itu mahasiswa di IKIP Bandung (1976-1980), itupun lebih banyak dihabiskannya ikut diskusi di luar ruang kuliah dan unjuk-rasa di jalanan, sampai masuk tahanan militer (1978-1979) dan akhirnya dipecat sebagai mahasiswa karena menjabat sebagai Ketua Presidium Dewan Mahasiswa yang resmi dinyatakan sebagai ‘organisasi terlarang’ saat itu oleh kebijakan depolitisasi kampus (Normalisasi Kehidupan Kampus, NKK).

 

Kumpulan tulisan mengenai persoalan dunia pendidikan ini membangunkan kita dari mimpi-mimpi indah tentang pendidikan yang diam-diam kita pelihara, kita sanjung-sanjung, oleh Roem didekonstruksi habis-habisan.

 

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=7256

Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia

 

•Judul: Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia •Penulis: Mansour Fakih •Penerbit: INSISTPress  •ISBN: 978-602-8384-33-x •Edisi: Februari 2010 (cet. ke-5) •Tebal: 15x21cm, xii+196 hlm.

 

Buku ini menguak pergolakan ideologi dan dinamika LSM di Indonesia sejak tahun 1970an hingga tahun 1900an. Bagai memakan buah simalakama, LSM di Indonesia senantiasa berada dalam posisi dilematis untuk bisa 100% membela kepentingan rakyat tertindas, ketika keberadaan dan kehidupan LSM masih sangat tergantung pada lembaga donor dari luar negeri yang tentunya memiliki ideologi dan kepentingan tertentu.

 

Bagaimana kemudian LSM harus menempatkan dirinya sebagai organisasi masyarakat sipil untuk transformasi sosial di tengah-tengah tekanan dari lembaga donor, pemerintah, dan rakyat yang difasilitasinya? Menurut Mansour Fakih (alm), penulis buku ini yang sudah malang melintang di dalam pergerakan LSM di Indonesia sejak akhir era 1970an, sudah saatnya bagi aktivis LSM di Indonesia untuk mulai melakukan reposisi ideologi mereka di dalam masyarakat sipil, yaitu dengan menyebut dan menempatkan dirinya sebagai “intelektual organik” yang merupakan jenis intelektual yang berakar di dalam kelas yang dieksploitasi dan didominasi.

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=1048

Analisis Gender dan Transformasi Sosial

 

 

•Judul: Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Edisi Tahun 2008 •Penulis: Mansour Fakih •Penerbit: INSISTPress •ISBN: 979-3457-93-7 •Edisi: September 2008 (cetakan ke-13) •Tebal: 13x19cm; xxi +192hlm.

 

Banyaknya pendekatan dan teori tentang permasalahan perempuan menyebabkan munculnya perbedaan dalam analisis dan pemahaman tentang penindasan dan eksploitasi terhadap kaum perempuan. Permasalahan perempuan pun terentang dalam spektrum yang luas; mulai dari benak setiap individu, tafsir agama, sampai institusi negara. Sehingga upaya penegakan keadilan gender dapat berarti juga sebagai upaya menggugat privilege yang dinikmati sebagian kelompok masyarakat_diantaranya adalah perempuan.

 

Dengan demikian, gerakan transformasi gender tidak sekadar memperbaiki status perempuan yang indikatornya menggunakan norma laki-laki, melainkan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan. Kekuatan yang tidak dimaksudkan untuk mendominasi yang lain, tetapi kekuatan internal untuk mengontrol hidup dan jasad, dan kemampuan meraih akses terhadap alokasi sumber-sumber material dan nonmaterial. Sementara itu, tugas utama analisis gender adalah memberikan makna, konsepsi, ideologi, dan praktik hubungan antara perempuan dan laki-laki serta implikasinya terhadap aspek-aspek kehidupan lain yang lebih luas.

 

Buku yang menguraikan pengertian gender dan kaitannya dengan berbagai konsep tentang perubahan sosial ini sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1996, tetap menemukan konteksnya sampai sekarang. Hal ini terjadi karena buku ini menyentuh pandangan-pandangan dasar dari gerakan perempuan, dan masih banyaknya praktik penindasan terhadap kaum perempuan sampai saat ini. ****

 

Source: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=864